Mbah Kasiran, Pejuang NU saat Peristiwa Pemberontakan PKI di Blitar

Blitar, NU Online Jatim

Sejak usia muda, sosok Mbah Kasiran memiliki peran penting dalam perjuangan Nahdlatul Ulama (NU) dalam menghadapi kelompok komunisme yang mewujud dalam Partai Komunis Indonesia (PKI) di Kabupaten Blitar.

Mbah Kasiran yang kini menginjak usia 89 tahun ini merupakan salah satu tokoh pahlawan pejuang NU pada masa pemberontakan G30S/PKI di Blitar. Kala itu, ia tergabung dalam Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kabupaten Blitar sejak usia 20 tahun.

Kini dirinya menyibukan diri dengan menikmati hangatnya bersama keluarga tercinta. Ia menceritakan secara rinci peristiwa tragis yang ia alami pada masa penjajahan tersebut.

Menurutnya, upaya kaum komunis yang disasarkan terhadap pemerintah dan kalangan NU dalam melakukan aksi pemberontakan fisik juga usaha dalam penetrasi ideologi komunis pada tahun 1965 silam.

Ia pun menyebutkan, kecintaannya pada NU diapresiasikan pada pertahanan dan kemajuan NU pada masa 1960-an. Dibuktikan dengan sumpahnya untuk berkhidmat sampai akhir hayatnya.

“Kami mengupayakan semaksimal mungkin untuk kemaslahatan umat utamanya Indonesia, dalam memperjuangkan NU kalau pun mati, insyaallah mati syahid,” katanya saat ditemui NU Online Jatim, Rabu (10/11).

Pada tahun 1965, menjadi saksi pembantaian besar-besaran terhadap kalangan NU yang menelan banyak nyawa, termasuk keluarga dan kerabatnya. Baginya, memperjuangkan NU bagian dari iman, meski nyawa sebagai taruhannya.

Disebutkan, kiprah Barisan Ansor Serbaguna (Banser) di Blitar dalam melakukan perlawanan terhadap PKI di medan lapangan mendapat dukungan penuh oleh pemerintah dan kalangan kiai.

“Kamuflase politik yang dilakukan PKI disinyalir merujuk pada pemberantasan kaum NU dengan formulasi data yang dipetakan, yang disebut pembunuhan bergilir,” sebutnya.

Mengetahui hal itu, masyarakat gencar mencari tempat persembunyian di pesisir sungai hingga hutan untuk menyelamatkan diri dari sadisnya pembantaian kaum komunis tersebut.

Serentetan peristiwa pembunuhan, penculikan, dan perampokan terutama gugurnya sejumlah kiai dan rusaknya tempat tempat ibadah umat Islam yang dilakukan oleh PKI menjadi alasan kuat ABRI melibatkan pasukan Banser diberlakukannya Operasi Trisula (Operasi Pagar Betis) untuk menumpas PKI.

“Peristiwa tragis itu masih lekat dalam ingatan saya. Betapa tidak, saya menyaksikan langsung tumpahan darah dan jerit tangis akibat pemberontakan PKI tersebut,” katanya.

Mbah Kasiran menambahkan, keselamatan warga NU itu tidak hanya peran Banser, tetapi do’a para Kiai dan santri – santrilah yang menjadi alasan kuat. Termasuk keselamatan dirinya dan kerabatnya.

Oleh karenanya, menginjak usia ke-89 tahun ini, dirinya merasa bangga dan sering mengenakan pakaian berlogo Banser. Doa harapannya masih sama, dirinya berharap masyarakat tetap teguh dalam haluan Ahlussunnah Wal Jamaah An-Nahdliyah.

“Saya sangat bersyukur termasuk dari ribuan tokoh Banser yang selamat dari incaran PKI, sehingga dapat menikmati hidup dengan sanak saudara hingga hari ini,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *